PRAKTEK MENYUSUI YANG BENAR
Gerakan
nasional peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI) merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Upaya yang penting ini, keberhasilannya perlu didukung dan dilaksanakan
oleh seluruh anggota masyarakat. Para ibu, sebagai pelopor peningkatan
kualitas sumber daya Indonesia, patut menyadari dan meningkatkan
pengetahuannya untuk menunjang gerakan ini.
Pada dasarnya, segera
setelah melahirkan, secara naluri setiap ibu mampu menjalankan tugas
untuk menyusui bayinya. Namun, untuk mempraktekkan bagaimana menyusui
yang baik dan benar, setiap ibu perlu mempelajarinya. Bukan saja ibu-ibu
yang baru pertama kali hamil dan melahirkan, tetapi juga ibu-ibu yang
baru melahirkan anak yang kedua dan seterusnya. Mengapa ? Karena setiap
bayi lahir merupakan individu tersendiri, yang mempunyai variasi dan
spesifikasi sendiri. Dengan demikian ibu perlu belajar berinteraksi
dengan bayi yang baru lahir ini, agar dapat berhasil dalam menyusui.
Untuk
itu diperlukan motivasi yang tinggi sejak dini dan dukungan serta
bimbingan yang optimal dari keluarga, lingkungan dan tenaga kesehatan
yang merawat ibu selama hamil, bersalin dan masa nifas.
Dengan
mengikuti dan mempelajari segala pengetahuan mengenai laktasi,
diharapkan setiap ibu hamil, bersalin dan menyusui dapat memberikan ASI
secara optimal, sehingga bayi dapat tumbuh kembang normal sebagai calon
sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
1. Perawatan Payudara
Demi
keberhasilan menyusui, payudara memerlukan perawatan sejak dini secara
teratur. Perawatan selama kehamilan bertujuan agar selama masa menyusui
kelak produksi ASI cukup, tidak terjadi kelainan pada payudara dan agar
bentuk payudara tetap baik setelah menyusui.
Pada umumnya, wanita
dalam kehamilan 6 - 8 minggu akan mengalami pembesaran payudara.
Payudara akan terasa lebih padat, kencang, sakit dan tampak jelas di
permukaan kulit adanya gambaran pembuluh darah yang bertambah serta
melebar. Kelenjar Montgomery pada daerah areola tampak lebih nyata dan
menonjol.
Guna menunjang perkembangan payudara dalam kehamilan ini,
sejak usia kehamilan 2 bulan, sebaiknya wanita hamil mulai mengganti
pakaian dalam (BH / bra) nya dengan ukuran yang lebih sesuai, dan dapat
menopang perkembangan payudaranya. Biasanya diperlukan BH ukuran 2 nomor
lebih besar dari ukuran yang biasa dipakai.
Di samping pemakaian BH
yang sesuai, untuk menunjang produksi ASI dan membantu mempertahankan
bentuk payudara setelah selesai masa menyusui, perlu dilakukan latihan
gerakan otot-otot badan yang berfungsi menopang payudara. Misalnya
gerakan untuk memperkuat otot pektoralis : kedua lengan disilangkan di
depan dada, saling memegang siku lengan lainnya, kemudian lakukan
tarikan sehingga terasa tegangan otot-otot di dasar payudara
(Stoppard’s).
Kebersihan / hygiene payudara juga harus diperhatikan,
khususnya daerah papila dan areola. Pada saat mandi, sebaiknya papila
dan areola tidak disabuni, untuk menghindari keadaan kering dan kaku
akibat hilangnya lendir pelumas yang dihasilkan kelenjar Montgomery.
Areola dan papila yang kering akan memudahkan terjadinya lecet dan
infeksi.
Selama kehamilan, papila harus disiapkan agar menjadi
lentur, kuat dan tidak ada sumbatan. Persiapan dilakukan setiap hari
sebanyak 2 kali sehari setelah usia kehamilan 7 bulan. Caranya dengan
kompres masing-masing putting susu selama 2-3 menit dengan kapas yang
dibasahi minyak, kemudian tarik dan putar putting ke arah luar 20 kali,
ke arah dalam 20 kali. Pijat daerah areola untuk membuka saluran susu.
Bila keluar cairan, oleskan ke papila dan sekitarnya. Kemudian payudara
dibersihkan dengan handuk yang lembut.
Putting susu yang terbenam
atau datar perlu dikoreksi agar dapat menonjol keluar sehingga siap
untuk disusukan kepada bayi. Masalah ini dapat diatasi dengan bantuan
pompa putting ("nipple puller") pada minggu terakhir kehamilan.
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan menyusui
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ibu hamil sehat dan mampu menyusui bayinya adalah :
1. Nutrisi / gizi ibu hamil.
Dari
diet sehari-hari, zat gizi yang masuk ke dalam tubuh serta cadangan
yang ada pada wanita hamil dan menyusui akan digunakan untuk aktifitas
dan metabolisme ibu, untuk memproses pembentukan ASI dan nilai kalori
serta zat gizi ASI itu sendiri. Berdasarkan angka kecukupan gizi,
kebutuhan tambahan kalori wanita hamil kurang lebih 285 kkal per hari.
Penambahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan wanita yang tidak hamil
/ menyusui, yaitu wanita dengan aktifitas ringan 1900 kkal / hari,
kerja sedang 2100 kkal / hari, dan kerja berat 2400 kkal / hari. Adapun
kecukupan yang seimbang kira-kira 40 kkal / kgBB, dengan komposisi
protein 20 -25%, lemak 10-25% dan karbohidrat 50-60%. Jumlah cairan yang
perlu diminum oleh wanita hamil tidak banyak berbeda dari wanita tidak
hhamil, sekitar 2 liter per hari.
2. Istirahat
Wanita hamil
sebaiknya tidur minimal 8 jam sehari. Kegiatan dan gerakannya
sehari-hari harus memperhatikan perubahan fisik dan mental yang terjadi
pada dirinya. Di antara waktu kegiatannya tersebut diperlukan waktu
untuk istirahat (santai) guna melemaskan otot-otot. Bagi wanita yang
bekerja, hendaknya dapat diatur agar cuti hamil dan bersalinnya diambil
sebanyak mungkin setelah ia bersalin sehingga ia dapat menyusui bayinya
selama mungkin sebelum bekerja.
3. Tidak merokok, minum alkohol, kopi, soda
Termasuk
menjauhi asap rokok dari orang lain. Minuman kopi dan minuman soda
dapat mengurangi kemampuan usus untuk menyerap kalsium dan zat besi.
4. Obat-obatan
Pemakaian
obat-obatan selama hamil hanya atas petunjuk bidan atau dokter,
terutama menjelang persalinan perlu diperhatikan, agar tidak berpengaruh
terhadap laktasi.
5. Keluhan lain
Adanya keluhan lain, misalnya
sakit gigi / mulut, infeksi lainnya, perlu diperhatikan, karena dapat
menjalar ke bagian tubuh lainnya dan mengganggu kehamilan.
6. Kebersihan diri dan pakaian yang nyaman
Perlu mendapat perhatian untuk menjaga kesehatan. Pilihlah pakaian yang longgar, ringan, mudah dipakai dan menyerap keringat.
7. Mengenal petugas kesehatan yang menolong
Sebaiknya
selama 3 bulan terakhir kehamilan, seorang ibu telah menentukan seorang
dokter yang akan mengawasi persalinan dan pertolongan anaknya kelak.
Kerjasama antara tenaga penolong persalinan dan dokter anak juga harus
dibina.
3. Praktek menyusui
Proses laktasi terdiri dari 2
tahap. Pertama adalah dimulainya pembentukan air susu pada masa
kehamilan, dan kedua adalah periode menyusui sesudah bayi lahir, yaitu
saat air susu dibentuk dan dikeluarkan. Masa ini kita sebut sebagai masa
menyusui yang lamanya sangat tergantung pada motivasi dan "kemampuan"
seorang ibu untuk menerapkan manajemen laktasi.
Setiap bayi, sejak
dilahirkan seyogyanya mendapat ASI saja (termasuk kolostrum) dalam 4-6
bulan pertama kehidupannya. Diawali dengan kontak dini segera setelah
dilahirkan, isapan bayi pada putting susu ibu untuk pertama kalinya ini
akan merangsang keluarnya hormon-hormon yang menunjang keberhasilannya
menyusui. Kemudian, bayi dalam kondisi baik seyogyanya dirawat bersama
dalam satu ruangan dengan bayinya (rawat gabung). Pelaksanaan ini
penting untuk menjamin terpenuhinya segala kebutuhan bayi, baik fisik
maupun psikik setiap saat dari ibunya. Selama ASI belum keluar pada 2-3
hari setelah ibu melahirkan, bayi yang sehat TIDAK perlu diberi makanan /
cairan lain. Ia hanya perlu mengisap kolostrum yang keluar dari putting
ibunya saja. Setelah mencapai usia 4-6 bulan, secara bertahap dapat
diberikan makanan pendamping ASI. ASI dapat terus diberikan sampai anak
berusaia 2 tahun.
Dalam masa menyusui terjadi beberapa refleks yang
penting pengaruhnya terhadap kelancaran laktasi, yaitu refleks yang
terjadi pada ibu dan pada bayi.
Refleks yang terjadi pada ibu di antaranya :
1. Refleks prolaktin
Sewaktu
bayi menyusu, ujung saraf sensoris yang terdapat pada putting susu
terangsang. Rangsangan ini akan dikirim ke otak (hipotalamus) yang akan
memacu keluarnya hormon prolaktin yang kemudian akan merangsang sel-sel
kelenjar payudara untuk memproduksi ASI. Jadi makin sering bayi
mengisap, makin banyak prolaktin yang dilepas dan makin banyak ASI yang
diproduksi. Oleh karena itu, menyusukan dengan sering adalah cara
terbaik untuk mendapatkan ASI dalam jumlah banyak.
2. Refleks aliran / refleks oksitosin ("let down reflex")
Rangsangan
yang ditimbulkan oleh isapan bayi waktu menyusu diantar pula ke bagian
lain dari otak yang akan melepaskan hormon oksitosin. Oksitosinn akan
memacu sel-sel otot yang mengelilingi jaringan kelenjar dan salurannya
untuk berkontraksi, sehingga memeras air susu keluar hingga mencapai
sinus laktiferus di balik areola, untuk kemudian menuju putting susu.
Dengan demikian terjadi "areolar engorgement" (pembengkakan).
Kadang-kadang tekanan karena kontraksi otot itu begitu kuat sehingga air
susu keluar dari putting menyembur dan dapat membuat bayi tersedak.
Keluarnya
air susu karena kontraksi otot tersebut disebut "let down reflex".
Melalui refleks inilah terjadi pula kontraksi rahim yang membantu
lepasnya plasenta (ari-ari) dan mengurangi perdarahan. Oleh karena itu
setelah bayi dilahirkan, kalau keadaan memungkinkan sebaiknya bayi
segera disusukan ibunya (kontak dini).
Terjadinya refleks aliran
dipengaruhi oleh jiwa ibu. Rasa kuatir atau kesusahan akan menghambat
refleks tersebut. Sebaliknya, tidak jarang, refleks ini terjadi pula
bila sang ibu mendengar bayinya menangis, melihat foto bayinya atau
sedang teringat pada bayinya saat berada jauh dari bayinya itu.
Refleks yang terjadi pada bayi di antaranya :
1. "Rooting reflex"
Bila
bayi baru lahir disentuh pipinya, dia akan menoleh ke arah sentuhan.
Bila bibirnya dirangsang atau disentuh, dia akan membuka mulut dan
berusaha mencari putting untuk menyusu. Keadaan ini dikenal dengan
sebutan "rooting reflex".
2. "Sucking reflex" (refleks menghisap)
Refleks
ini terjadi bila ada sesuatu yang merangsang langit-langit dalam mulut
bayi. Jika putting susu ibu menyentuh langit-langit belakang mulut bayi,
terjadi refleks menghisap dan terjadi tekanan terhadap daerah areola
oleh gusi, lidah bayi serta langit-langit, sehingga isi sinus laktiferus
diperas keluar ke dalam rongga mulut bayi.
3. Refleks menelan
Bila ada cairan di dalam rongga mulut, terjadi refleks menelan.
Dengan
memperhatikan adanya refleks-refleks tersebut, langkah-langkah menyusui
yang baik dan benar adalah meliputi hal-hal berikut :
- persiapan
mental dan fisik ibu setiap akan menyusui. Ibu harus dalam keadaan
tenang. Bila perlu minum segelas air sebelum menyusui. Hindari menyusui
pada keadaan lapar dan haus.
- sediakan tempat dengan peralatan yang
diperlukan, seperti kursi dengan sandaran punggung dan sandaran tangan,
bantal untuk menopang tangan yang menggendong bayi.
- sebelum
menggendong bayi untuk menyusui, tangan harus dicuci bersih. Sebelum
menyusui, tekan daerah areola di antara telunjuk dan ibu jari sehingga
keluar 2-3 tetes ASI, kemudian oleskan ke seluruh putting dan areola.
Cara menyusui yang terbaik adalah bila ibu melepaskan BH dari kedua
payudaranya.
- susukan bayi sesuai dengan kebutuhannya ("on demand"),
jangan dijadwalkan. Biasanya kebutuhan terpenuhi dengan menyusui tiap
2-3 jam sekali. Setiap kali menyusui, lakukanlah pada kedua payudara
kiri dan kanan secara bergantian, masing-masing sekitar 10 menit.
Mulailah selalu dengan payudara sisi terakhir yang disusui sebelumnya.
Periksa ASI sampai payudara terasa kosong.
- setelah selesai
menyusui, oleskan ASI lagi seperti awal menyusui tadi. Biarkan kering
oleh udara sebelum kembali memakai BH. Langkah ini berguna untuk
mencegah lecet.
- membuat bayi bersendawa setelah menyusui harus
selalu dilakukan, untuk mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi
tidak kembung dan muntah.
Bila terjadi keadaan lecet pada putting dan
atau sekitarnya, sebaiknya ibu tetap menyusui dengan mendahului pada
putting yang tidak lecet. Sebelum diisap, putting yang lecet dapat
diolesi es untuk mengurangi rasa sakit. Yang lebih penting dalam
kejadian ini adalah mencari penyebab lecet tersebut yang tentunya harus
dihindari.
Keadaan engorgement (payudara bengkak) sering terjadi pada
payudara yang elastisitasnya kurang. Untuk mengatasinya, kompres
payudara dengan handuk hangat kira-kira 4-5 menit, kemudian dilakukan
masase dari tepi ke arah putting hingga ASI keluar. Setelah itu baru
bayi disusukan. Jangan berhenti menyusui dalam keadaan ini.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan selama menyusui :
1. Nutrisi
Meskipun
umumnya keadaan gizi pada ibu hanya akan mempengaruhi kuantitas dan
bukan kualitas ASI-nya, ibu menyusui selayaknya tidak membatasi konsumsi
makanannya. Penurunan berat badan sesudah melahirkan sebaiknya tidak
melebihi 0.5 kg/minggu. Pada 6 bulan pertama masa menyusui, yaitu saat
bayi hanya mendapatkan ASI saja ("exclusive breastfeeding period"), ibu
membutuhkan tambahan kalori sebanyak 700 kkal/hari, pada 6 bulan
selanjutnya kira-kira 500 kkal/hari dan pada tahun kedua 400 kkal/hari.
Jumlah
cairan yang dibutuhkan ibu menyusui tentu lebih banyak dari biasanya.
Oleh karena itu ibu menyusui dianjurkan minum 8-12 gelas per hari.
2. Istirahat
Bila
laktasi tidak berlangsung baik, biasanya penyebab utamanya adalah
kelelahan pada ibu. Oleh karena itu, istirahat dan tidur yang cukup
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
3. Obat-obatan
Pemakaian
obat-obatan dalam masa menyusui perlu mendapat perhatian, apakah
mempunyai efek positif atau negatif terhadap laktasi. Sebagai contoh,
beberapa obat yang dapat mengurangi produksi ASI yaitu pil KB yang
mengandung hormon estrogen. Kebanyakan obat juga dikeluarkan melalui
ASI, tetapi yang dikonsumsi bayi hanya 0.001 - 0.5% daripada dosis obat
yang dapat diberikan kepada bayi.
4. Posisi ibu-bayi yang benar saat menyusui
Dapat
dicapai bila bayi tampak menyusui dengan tenang, bayi menempel betul
pada ibu, mulut dan dagu bayi menempel betul pada payudara, mulut bayi
membuka lebar, sebagian besar areola tertutup mulut bayi, bayi mengisap
ASI pelan-pelan dengan kuat, putting susu ibu tidak terasa sakit dan
putting terhadap lengan bayi berada pada satu garis lurus.
5. Penilaian kecukupan ASI pada bayi
Bayi
usia 0-4 bulan atau 6 bulan dapat dinilai cukup pemberian ASI nya bila
tercapai keadaan sebagai berikut : 1) berat badan lahir telah pulih
kembali setelah bayi berusia 2 minggu, 2) kenaikan berat badan dan
tinggi badan sesuai dengan kurva pertumbuhan normal, 3) bayi banyak
ngompol, sampai 6 kali atau lebih dalam sehari, 4) tiap menyusui, bayi
menyusu dengan kuat ("rakus") tetapi kemudian melemah dan bayi tertidur,
5) payudara ibu terasa lunak setelah disusukan dibandingkan sebelum
disusukan.
6. Di luar waktu menyusui
Jangan membiasakan bayi menggunakan dot atau kempeng. Berikan ASI dengan sendok bila ibu tidak dapat menyusui bayinya.
7. Ibu bekerja
Selama
cuti hendaknya ibu menyusui bayinya terus. Jangan juga membiasakan bayi
menyusu dengan botol bila masa cuti telah habis dan ibu harus kembali
bekerja.
8. Pemberian makanan pendamping ASI
Makanan pendamping
ASI hendaknya diberikan mulai usia bayi 4-6 bulan. Bila ibu bekerja,
sebaiknya makanan pendamping ASI diberikan pada jam kerja, sehingga ASI
dapat tetap diberikan bila ibu berada di rumah.
9. Penyapihan
Menghentikan
pemberian ASI harus dilakukan secara bertahap dengan jalan meningkatkan
frekuensi pemberian makanan anak dan menurunkan frekuensi pemberian ASI
secara bertahap dalam kurun waktu 2-3 bulan.
10. Klinik laktasi
Pusat
pelayanan kesehatan ibu dan anak harus memiliki pelayanan yang dapat
meyakinkan setiap ibu dalam masa menyusui bahwa ia selalu dapat
berkonsultasi untuk setiap masalah laktasi yang dialaminya. Untuk itu
perlu diadakan klinik laktasi atau tenaga terlatih untuk membantunya
pada sarana pelayanan kesehatan yang terdekat.
11. Kelompok pendukung ASI
Perlu
dibina adanya kelompok pendukung ASI di lingkungan masyarakat, yang
dapat merupakan sarana untuk mendukung ibu-ibu di lingkungan tersebut
agar berhasil menyusui bayinya, dibantu oleh tenaga kesehatan yang ada
di lingkungan tersebut. Melalu kelompok ini, ibu-ibu menyusui dapat
mengadakan diskusi dan mendapat bantuan bila mengalami masalah dalam
menyusui bayinya.
4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa setiap ibu dapat mempraktekkan cara menyusui
yang baik dan benar bila dibantu mempersiapkan diri sejak dini. Selama
masa menyusui, keberhasilan menyusui sangat tergantung oleh keadaan
fisik dan mental sang ibu yang ditunjang oleh keadaan nutrisi, istirahat
yang cukup serta beberapa faktor lainnya, termasuk dukungan dari suami,
keluarga dan lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar